Nuning Kertopati Terkait Rotasi Matra Panglima TNI: Hak Perogratif Presiden
JAKARTA, Dekannews - Berbagai pembahasan terjadi perihal pergantian Panglima TNI seiring habisnya masa jabatan Jenderal Andika Perkasa. Salah satunya yang ramai diperbincangkan adalah terkait rotasi dari tiga matra yang tersedia.
Ketua Bidang Hankam dan Siber DPP Partai Perindo, Dr. Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati, M.Si menjelaskan, merujuk pada pasal 13 ayat 4 UU RI nomor 34 tahun 2004 memang mengamanatkan jabatan Panglima TNI dapat dijabat oleh Pati aktif yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan.
Ia melanjutkan, terkait rotasi penting dilakukan agar tidak ada kecemburuan dalam internal TNI itu sendiri.
"Rotasi matra itu penting, satu untuk apa, untuk berkeadilan. Artinya KSAD, KSAL, dan KSAU memiliki peluang yang sama untuk menjabat Panglima TNI." kata wanita yang akrab disapa dengan Nuning Kertopati dalam Diponegoro 29 Forum yang bertajuk 'Panglima TNI Baru dan Pekerjaan Rumah Sektor Pertahanan', Minggu (27/11/2022).
Kedua, Pengamat Militer dan Intelijen ini menjelaskan, rotasi juga dapat berdampak psikologis kepada prajurit. Hal itu karena pimpinan dalam matra-nya mendapatkan amanah untuk memimpin TNI secara keseluruhan.
"Secara psikologis itu membangkitkan semangat prajurit, keyakinan, kepercayaan prajurit di matra terkait di mana kepala stafnya menjadi panglima TNI, jadi ya ada baiknya rotasi itu dilakukan," ujarnya.
Meski demikian, Nuning menyatakan rotasi akan dilakukan atau tidak sepenuhnya merupakan wewenang dari Presiden RI, Joko Widodo.
"Itu semua pada hak perogratif Presiden," ucapnya.
Diberitakan sebelumnya, Nuning Kertopati memberikan tiga hal yang perlu dipertimbangkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menunjuk pengganti Jenderal Andika sebagai Panglima TNI.
"Pertama, usia dan prestasi kerja. Sangat penting untuk menentukan proyeksi masa jabatan Panglima TNI minimal dua tahun ke depan untuk menjaga proses regenerasi," ujar wanita yang akrab disapa Nuning saat dihubungi, Selasa (15/11/2022)
Bila tak diperhatikan, kata Nuning, pengalaman menunjukkan beberapa perwira yang cemerlang tidak sempat menjabat karena terhalang seniornya yang belum pensiun. Padahal, lanjutnya, untuk jabatan sestrategis Panglima TNI tidak harus menunggu usia pensiun.
Apalagi, kata Nuning, jika dipertimbangkan prestasi kerja selama dinas, ukuran prestasi kerja yang belum memiliki standar menyebabkan banyak spekulasi yang hanya berdasarkan rekam jejak pengalaman dinas.
"Kedua, pertimbangan kebutuhan organisasi TNI dalam kurum waktu ke depan sebagai bagian modernisasi alutsista sehingga dibutuhkan kemampuan manajemen tempur dan diplomasi militer yang handal," terang Nuning.
Sementara pertimbangan terakhir, terkait perkembangan lingkungan strategis pada tataran global dan regional.
"Dibutuhkan sosok Panglima TNI yang memiliki dampak penangkalan bagi petinggi militer internasional. Penting sekali jika Panglima TNI disegani dunia internasional," tutup Nuning. (tfk)